Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Renungan Kepemimpinan: Peristiwa Kiskenda

"Tragedi terbesar Negeri Kiskenda bukan terjadi jawaban ketidakmampuan raja memimpin rakyat, tapi ketidakmampuannya memimpin diri sendiri."
Senja itu, di sebuah hutan, keheningan terpantul dari rupa-rupa makhluk tanpa dosa, gemercik air menyejukkan jiwa yang dahaga atas belaian Sang Kasih, hembusan angin dan gemulai tari dedaunan bagai malaikat Suwargaloka yang sedang bersuka cita. Namun dalam sekejab, bunyi gaduh bergerak begitu cepat membelah kenikmatan sabat itu. Sekilas, 5 sosok makhluk dari 2 ras yang berbeda beekejar-kejaran, Wanara dan Sura. Mereka, Subali (raja Kiskenda, raja kaum Wanara) dan Sugriwa (adik subali) nampaknya menghadapi serangan sekelompok siluman Sura, separuh kerbau, Maesasura, Lembusura, dan Jatasura. Pertarungan mahasakti berkecamuk mengusik kedamaian flora-fauna. Serangan saling balas menyambarkan kilatan sinar sakti sekejab merusak ruang suci semesta. 

Pertarungan sengit nampak berimbang. Berpikir cepat, spontan Subali memancing para siluman untuk masuk ke dalam sebuah goa untuk bertarung habis-habisan di sana. Subali mempunyai kesaktian Pancasona yang membuatnya sulit ditembus senjata dan serangan apapun. Sambil melesat terbang, ia berpesan pada Sugriwa,"Jika nanti keluar darah merah, berarti saya kalah (karena darah siluman itu hijau warnanya). Saat itu, kamu segera tutup goa dengan watu besar. Lebih baik kami mati bersama di dalam goa." Beberapa jam terdengar terus besutan senjata dan bunyi pukulan dengan tenaga dalam hingga hasilnya hingga pada titik sunyi. Tidak ada bunyi apapun. Sugriwa mulai cemas, jangan-jangan... Perlahan cairan berwarna merah dan putih mengalir keluar merembas diantara bebatuan. Melihat ini, Sugriwa sigap mengambil watu besar dan menutup goa ibarat perintah kakanda Subali. Sekali lagi ia mencermati apakah benar itu darah Wanara dan memang benar.

Sugriwa sedih, menangis. Ia pergi memberikan kabar sedih ke kerajaan Wanara. Sungguh nasib, semua sudah terjadi. Dewi Tara, permaisuri Subali yang bagus rupa dan hati, pribadi jatuh tersungkur menyesali kepergian suami yang dicintainya. Tak seorangpun tahu, dari dalam goa, terdengar teriakan Subali, "Sugriwa adikku, kamu begitu tega menjebakku. Kurang ajar! Pengkhianat laknat! Serendah itu ternyata ambisimu selama ini." Subali belum seda, hanya luka bacokan tanduk Maesasura yang membuatnya berdarah-darah. Cairan putih yang mengalir yaitu cairan dari otak para siluman yang kepalanya dipecahkan oleh Subali. Ia terlajur terperangkap dan Sugriwa terlanjur diangkat menjadi raja pengganti. Dalam hati, Subali terus mengutuki saudaranya, ia pikir Sugriwa sengaja bermain politik kotor, menggingkan tahta dengan cara kotor. Mengumpulkan tenaga dalam beberapa hari, hasilnya Subali berhasil memecah watu raksasa epilog goa dengan satu jari. Ia berdiri menuntut balas dan pertarungan saudara dimulai. 


Betapa kaget Sugriwa melihat Subali kembali dengan penuh luka namun tetap tegar. Pelukan Sugriwa dihempaskan begitu saja oleh Subali yang kalap alasannya yaitu kemarahan. Subali pribadi memukul habis Sugriwa hingga hampir mati. Hujaman ribuan pukulan Subali diringi fitnah dan tuduhan murahan yang sangat menyakitkan hati Sugriwa. Untung, Sugriwa masih bisa kabur meloloskan diri bersama beberapa pasukan, termasuk Hanoman. Dalam hatinya, Sugriwa tidak merasa salah. Ia hanya korban arogansi dan gengsi Subali. Ia merasa ditelanjangi dengan fitnahan keji Subali di depan rakyat. Serangan mendadak telak ini memicu amarah dan kebencian Sugriwa kepada saudaranya. Berbulan-bulan ia mencari budi membalas nista Subali hingga ia dipertemukan dengan Rama dan Laksmana. Pertemuan ini menjadi impian besar baik bagi Sugriwa yang ingin memberi pelajaran saudaranya, juga bagi Rama yang sedang mencari pinjaman untuk melaksanakan serangan ke Alengka demi menyelamatkan istrinya, Sinta. Mereka beraliansi dan singkat kisah Subali berhasil dikalahkan dan tewas ditangan Rama. 

Apa yang sanggup kita pelajari dari Epos menakjubkan ini? Saya mencatat 3 watak penting yang saya pandang dari perspektif kepemimpinan dan penyelesaian dilema (leadership & problem solving skill), baik itu kepemimpinan bisnis, maupun bentuk organisasi lain. Semoga 3 pesan watak berikut bisa kita jadikan materi renungan untuk berpikir lebih berilmu balig cukup akal wacana kepemimpinan, khususnya kepemimpinan diri.
1. Tidak ada yang salah, yang ada hanya saling merasa paling benar
Antara Subali dan Sugriwa, keduanya intinya tidak bersalah. Yang terjadi hanya misunderstanding dan miscommunication. Subali merasa dikhianati, Sugriwa merasa dizolimi di depan publik. Akhirnya keduanya saling menyalahkan, mencari dalih untuk saling menjatuhkan. Berbicara kebenaran dalam tataran budi insan sangat relatif hasilnya. Dengan otaknya yang hebat, setiap orang bisa membangun pembenaran untuk mencapai tujuannya. Kericuhan kedua Wanara berpengaruh ini hasilnya memecah Kiskenda menjadi 2 kubu yang dipimpin oleh Subali dan Sugriwa dan perang dimulai. Pastinya, dalam perang apapun, rakyat hanya menjadi korban. Bagaimana dengan fenomena di sekitar Anda? 

2. Siapa musuh kita sesungguhnya
Mari kita selami semiotik kisah ini lebih dalam. Sebenarnya, ada segerombol sosok yang menjadi pemain film perpecahan dan Subali dan Sugriwa. Bukan para siluman yang menjadi musuh mereka, bukan pula kemiskinan, keadaan buruk, dingklik raja, atau permaisuri cantik. Mereka yaitu hawa nafsu, ambisi, arogansi, amarah, kecurigaan, dan kebencian. Sosok inilah yang tengah asyik bermain memainkan kehidupan manusia. Mereka bisa memainkan saudara sebagai tokoh antagonis. Segala aspek keidupan selalu terdiri dari 2 kutub, hitam dan putih. Jika kita mengabdi pada kebencian, maka kita kehilangan kasih. Jika kita mengabdi pada kasih, kita akan terjauhkan dari kebencian. Seperti konon pernah dikatakan Hanoman, "Lebih baik simpanse berhati manusia, daripada insan berhati kera." Bagaimana dengan fenomena di sekitar Anda?

3. Tidak ada win-win solution tanpa kerendahan dan kebesaran hati
Adakah win-win solution itu? Solusi utopia ini tidak akan pernah terjadi tanpa adanya kerendahan dan kebesaran hati. Kebesaran hati mengakui orang lain lebih baik, lebih sukses dan kerendahan hati menghargai perbedaan pendapat. Tidak ada kemerdekaan hati yang dibangun dari arogansi. Tanpa perilaku hati yang baik, yang terjadi hanyalah perasaan menjadi korban dan perasaan diperlakukan tidak adil, pemberontakan, permusuhan yang menghalalkan segala cara, termasuk cara yang tidak hahal. Departemen Pengadilan Ilahi tetap buka walaupun aturan insan tidak pernah adil. Setiap orang dianugerasi kesempatan untuk menang/ sukses, namun tidak semua orang mau memperbesar kapasitas diri untuk sukses dan berlari menjemput sukses. Mereka menentukan sibuk mencari kesalahan pada orang lain dan Tuhan ibarat yang dilakukan Subali. Ini yaitu dilema kepemimpinan diri. Bagaimana dengan fenomena di sekitar Anda?


Semoga bermanfaat!

Sumber http://inspirasisolusibisnis.blogspot.com/