Meditasi Bima Suci: Menggapai Mimpi, Terbebas Dari Penderitaan
pic: everydayfamily |
Dalam wiracarita Mahabarata, dikisahkan atas usul Dorna, Bima mencari 2 "benda" keramat, KAYU GUNG SUSUHING ANGIN dan TIRTA PAWITRASARI MAHENING SUCI. Perjalanan pertama membawanya menuju gunung Candramuka.
"Tiba di Gunung Candramuka yang konon sangat berbahaya, Bima dihadang dua raksasa. Tarung sengit terjadi dan dua raksasa tumbang, berubah wujud menjadi Dewa Indra dan Bayu. Bima sujud sembah, mendapat pencerahan dan aji-aji Druwenda Mustika Manik Candrama. "Wahai Werkodara ksatria Pandawa, Kayu Gung Susuhing Angin bekerjsama yakni simbol badan kita yang hidup melalui nafas/ angin. Angin yang masuk melalui candra muka atau wajah".
Melanjutkan usul kedua, Bima melesat ke dalam samudra dengan cincin sakti. Entah dari mana, tetiba naga raksasa melilit tubuhnya. Makin melawan, naga itu makin melilitnya kencang. Bima tak berdaya. Ia menjadi pasrah, ikhlas, dan abnormal terjadi. Naga itu justru perlahan melepas jeratan dan menjadi lengah. Pertempuran sengit kembali terjadi, kuku Pancanaka Werkodara menusuk lisan naga sampai hancur sebelum menghilang. Sesaat, muncul sosok yang kuasa kerdil, menyebut dirinya Dewa Ruci. Hanya setinggi jari tangan Werkodara. Untuk mendapat Tirta Pawitra Sari, Werkodara harus ke dalam badan Dewa Ruci melalui indera pendengaran kirinya. Mistis, dan Bima berhasil. Dewa Ruci bekerjsama yakni wujud jatidiri Bima. Wujud kembalinya Bima pada "siapa aku". Pengalaman spiritual wacana jagad alit, micro cosmos. Penemuan keilahian dalam diri manusia. Bima lahir gres menjadi sosok yang Manunggaling Kawula-Gusti. Ia telah "selesai" dengan dirinya".
Apa bekerjsama Kayu Gung Susuhing Angin?
Sederhananya, jimat pertama ini merupakan simbol niat agung (besar) yang hanya sanggup diraih melalui nafas (angin). Nafas yakni tanda kehidupan. Tubuh yakni wadah perputaran udara, masuk dan keluar, yang sejatinya patut disyukuri. Susuhing angin berusaha memberi pemaknaan lebih dalam, lebih dari sekadar hidup dan bernafas. Namun, lebih pada tata kelola nafas. Dalam aneka macam keyakinan, teknik ini disebut meditasi, dikala teduh, topo broto, atau semedi. Menyadari, merasakan, dan mensyukurinya sebagai anugerah Yang Maha Esa. Kemudian menyadarinya, segala upaya pencapaian niat yang besar harus didasari kebiasaan hidup meditatif, memekakan diri pada segala sesuatu.
Kemudian, apa itu Tirta Pawitra Sari Mahening Suci?
Sebelumnya, kita maknai terlebih dahulu, mengapa harus menaklukkan naga? siapa Dewa Ruci, dan mengapa Bima harus masuk indera pendengaran kirinya? Di aneka macam pedoman agama, ular atau naga merupakan simbol nafsu dan dosa, yang selalu berusaha membelenggu kehidupan dan membuatnya tak berdaya, menderita. Hanya dengan hidup meditatif, naga itu akan perlahan lepas. Kedua, Dewa Ruci yakni Bima. Sedangkan indera pendengaran yakni simbol dari pendengaran. Bahwa akidah dan kepercayaan dimulai dari pendengaran. Untuk benar menemukan jatidirinya, Bima harus membuka indera pendengaran batinnya, hening, dan menerima. Bima berhasil masuk dan manunggaling dengan Dewa Ruci yang bekerjsama merupakan simbol bersatunya, insan ksatria Bima dan Dewa, atau kita dengan Tuhan. Peleburan yang disebut Manunggaling Kawula-Gusti atau tahap insan mencapai Makrifat.
Tirta yakni air. Air yakni kehidupan sekaligus pembersihan/ penyucian. Masuknya Bima ke samudra yakni simbol "pembaptisan" pencucian dan heningnya batin. Dalam kehidupan, simbol ini mengajarkan bahwa niat yang besar harus didasari oleh batin yang higienis dan suci. Tidak ada nafsu yang membelenggunya. Memang benar, dalam upaya hidup meditatif, masalah, godaan, selalu saja muncul. Namun Bima telah mengajarkan bahwa kesadaran, keikhlasan, batin yang jernih, dan rasa syukur, pasti akan membebaskan insan dari kecelakaan dan penderitaan.
Pada akhirnya, yang terutama dari pesan Dewa Ruci alias Bima Suci adalah, ketika kita sadar bahwa Tuhan tinggal dalam diri kita, dan diri kita tinggal dalam Tuhan, maka kita akan menyadari bahwa segala bentuk pekerjaan yakni ibadah. Awali hari dengan niat baik, jalani dengan cara yang baik, dan ikhlaskan apapun hasilnya. Dalam segala suka dan duka, Tuhan juga telah memperhitungkannya. Karena Ia yang Maha Kuasa. Jika burung saja Ia pelihara, apalagi Anda, makhluk yang termulia.
Selamat beraktivitas sekaligus beribadah!