55 Menit Pelajaran Dari Sopir Bis
04.45 waktu Tokyo atau 02.45 WIB, saya bersama keluarga bergegas keluar dari apartemen daerah kami menginap, berjalan beberapa menit menuju halte bis di Stasiun Kameari. Itu ialah hari terakhir kami berlibur di sana dan saatnya kembali ke tanah air. Jalan begitu sepi, masih terhirup embun pagi yang murni, desiran angin ekspresi dominan dingin menyapu mengiringi langkah kami. Melewati fending machine, anak saya masih sempat membeli milk tea Royal hangat, minuman kemasan favoritnya selama di sana.
Pukul 05.00 datang di halte bis menuju Haneda. Masih cukup waktu untuk beli sedikit roti sarapan pagi anak-anak, sebelum bis datang pukul 05.20. Pukul 05.10 kami bangun pada posisi antri. Terlihat bis yang akan membawa kami di ujung parkir. Mesinnya menyala dan sopir setengah baya (mungkin 55 hingga 60th usianya) sudah siap sedia di posisinya. Diam saja di sana seolah dingin pada kami yang bangun menunggu. Waktu mengatakan 05.19 dan perlahan bis itu berjalan menuju halte. Tepat 05.20 sudah siap angkut penumpang. Wow.
Suspensi body sisi kiri perlahan turun. Ceessss.... bunyinya menyerupai rem angin, merendah semoga kami para penumpang lebih gampang naik ke sana. Pak sopir segera turun dan menyapa kami, "ohayou gozaimasu" dan dengan bahasa yang gila pada dasarnya mempersilahkan kami naik. Penampilannya rapih, bersih, mengenakan sarung tangan putih dan topi. Melihat 2 koper bawaan kami yang besar ampun, ia cepat mengangkatnya dan memasukkannya ke dalam bagasi bawah. Kepalanya sempat terantuk body bis ketika berusaha mengatur koper kami. Tak ada umpatan, tak ada penyesalan, terus menuntaskan pekerjaannya. 5 menit kemudian bis berangkat menuju bandara internasional. Khusyuk ia mengendalikan bis, fokus, halus, tidak tronjal tronjol.
Indah, perjalanan kami diiringi matahari terbit, hangat, menyisakan kenangan anggun 10 hari di Tokyo bersama keluarga tercinta. Kami melewati beberapa halte pemberhentian. Seperti biasa, saya suka memperhatikan sikap manusia. Di setiap halte setidaknya selalu ada 1 hingga 2 orang petugas. Mereka membungkukkan tubuh ketika bis tiba. Pemandangan yang mengejutkan bagi saya. Sebegitunya mereka sangat menghormati penumpang. Oh, ternyata mereka bertugas membantu mengangkat dan mengatur barang bawaan penumpang gres ke dalam bagasi. Atau membantu mengeluarkan barang penumpang yang turun di sana.
55 menit sempurna kami memasuki area bandara, terminal pertama, kedua, dan alhasil hingga di terminal internasional. Pada pemberhentian terakhir, tak terlihat petugas menyambut kami. Pak sopir sendirilah yang turun, mengantar dan mengambil koper-koper berat kami. "Ternyata, banyak kakek bugar di Jepang", guman saya :) Ia mengucap terima kasih dan segera berangkat untuk rute selanjutnya.
Pengalaman singkat itu menginspirasi saya 5 pelajaran yang sangat berharga, tentang:
1. Ketepatan waktu, yang menjadi gaya hidup insan negara maju. Tak peduli siapapun penumpangnya, harus mengikuti agenda yang ada. Tidak ada nepotisme, tidak ada main suap, semua ditujukan pada kepentingan publik.
2. Penampilan prima, yes, ini salah satu faktor kenyamanan kendaraan umum di sana. Seluruh sopir mengenakan seragam standar yang rapih dan harus bersih. Seluruh asesoris wajib dipasang dengan benar. Sedap dipandang dan bebas anyir tak sedap (jika Anda sanggup posisi duduk di sampingnya).
3. Kesungguhan dalam bekerja, selama perjalanan di sana, saya memperhatikan sopir selalu khusyuk dalam mengendarai bis. Tak ada yang sambil main-main hape, ngobrol, atau puter musik keras-keras. Mereka terlatih untuk fokus dalam setiap pekerjaan, Ikigai.
4. Layanan yang baik, kesungguhan dalam bekerja alhasil memicu layanan yang baik. Saya mencicipi keramahan dan petugas-petugas yang bekerja sigap, cepat, tanggap, menyenangkan. Bahkan hingga para petugas halte, mereka helpful dan sopan.
5. Santun berlalu lintas, selama perjalanan, bahkan selama di Tokyo, saya belum pernah mendengar bel kendaraan, kecuali sirine ambulance. Nampaknya sopir bis di sana tidak hobi om telolet om. Bisa jadi bukan semata-mata alasannya ialah sopir bis yang santun, namun juga pengguna jalan lain juga sama-sama santun, sehingga tercipta kemudian lintas yang tertib, aman, dan saling menghargai satu sama lain.
Sungguh peradaban yang tinggi...
Sungguh peradaban yang tinggi...
***
![]() |
| Halte Bis Stasiun Kameari |

