Jantung Bisnis Layanan Ialah Tenggang Rasa Dan Kepercayaan
![]() |
| pic: steveandalex.org |
Minggu lalu, saya mengalami sebuah proses pengambilan BPKB kendaraan di salah satu forum kredit ternama sampai 3,5 jam. Proses yang bagi saya keterlaluan lama. Di tengah sesaknya batin saya menghadapi respon pegawai yang tidak ramah, saya berguru hal-hal utama ihwal layanan.
Sekitar pukul 12.30 saya tiba dan mengambil nomor urut. Terlihat sekitar 20an orang nasabah duduk menunggu panggilan konter dengan aneka macam urusan, mulai pengajuan kredit, penyelesaian kredit bermasalah, pengambilan STNK, dan BPKB. Satu jam berlalu balasannya saya mendapat panggilan di konter 2. Menyerahkan kopi KTP dan saya mendapat bukti pengambilan BPKB. "Silakan bapak menunggu antrian kembali di lantai 2", tutur pegawai yang melayani. Ternyata, saya harus naik dan mengantri lagi.
Di lantai 2, saya bertanya pada sekuriti yang bertugas, bagaimana cara antri. "Masih menunggu 60 menit, Pak untuk pengambilan BPKB. Nanti akan dipanggil sesuai nomor bapak, 106", jawabnya. 60 menit berlalu dan masih belum ada gejala panggilan. Makin resah mendengar operator memanggil nomor yang makin acak. Terlihat seorang nenek berparas lelah menggendong bayi memarahi teller perempuan. Ia mengaku sudah dari pagi menunggu sia-sia dan mau membatalkan antrian. "Silakan jikalau ibu ingin kembali besok tapi mengantri lagi dari awal. Biasanya lebih parah dari ini", jawabnya enteng. Tampak sekitar 4 atau 5 konter di lantai tersebut, namun hanya 1 konter saja yang ada petugasnya. Itupun, ia terlihat mondar mandir keluar masuk ruang terbatas. Suasana makin tegang, nasabah lain ikut bangun dan melayangkan komplain, menanyakan kepastian jam berapa BPKB-nya sanggup diterima. Namun tetap saja tak dijawab. Mereka yang duduk menanti hanya berguman parahnya layanan di sana.
Hati saya gundah, merasa ada yang tidak beres dengan perusahaan ini. Berdiri mendatangi sekuriti, saya bertanya, "Pak, dimana ya ruang pimpinan di sini, coba kami mau berikan masukan?" Ya, saya paham mustahil ia menawarkan pada saya. Namun saya ingin melihat respon karyawan di sana saja. Ia menjawab, "Pimpinan sedang cuti pak." Lalu bagaimana dengan wakil atau supervisor di hari ini yang bertugas?", kejar saya. Ternyata berdasarkan pengakuannya, tidak ada wakil atau supervisor di kawasan itu. Yang ada hanya pimpinan yang sedang cuti tadi. "Lalu, tolong bantu kami para nasabah untuk sanggup solusi lebih baik, Pak?" pinta saya yang cuma dibalas dengan tatapan poker face-nya. Ya sudahlah, cuma sanggup menghela nafas panjang.
Dua setangah jam sudah saya lalui. Saya mencoba mendatangi pegawai di konter aktif. "Mbak, ini BPKB saya dengan nomor 106 kapan sanggup selesai?" Ia hanya menjawab, "ditunggu Pak. Menaikkan sedikit volume bicara, saya melanjutkan, "Saya sudah nunggu hampir 3 jam dan masih diminta menunggu." "Biasanya di sini tidak ada yang malayani, Pak", jawabnya. Wow... sound like madness! Gimana treatment HRD di sini ya, guman saya. Koq sanggup karyawan model begini diterima. "Saya butuh kepastian waktu mbak. Berapa jam lagi selesai? Saya kudu ke program lain sesudah ini jadi perlu kepastian jam saja." Alih-alih menjawab, wajahnyapun tak memandang saya. Begitu saja ia mengabaikan pertanyaan saya. "Mbak, karyawan di sini tidak diajari etika, ya? Saya bertanya baik-baik, mohon dijawab!", tegur saya. "Mbak, mbak, mbak Agnes...???". Luar biasa.... ia tak bergeming sama sekali. Tak merespon, tak menoleh, tak menganggap saya ada.
Ya, daripada lama-lama gila, saya menenangkan diri dan menyadari saja bahwa pikiran saya mulai kacau. Saya yang telah tetapkan percaya pada forum tersebut dan sayalah yang salah memilih. 30 menit kemudian tiba teller lain dan memanggil nomor saya. Akhirnya. Tak lagi menghabiskan enerji untuk hal bodoh, saya membisu menikmati proses pengecekan biodata pada dokumen dan selesai sudah. Tak ada ucapan maaf atau terima kasih dari satupun pegawai di sana.
Ya, daripada lama-lama gila, saya menenangkan diri dan menyadari saja bahwa pikiran saya mulai kacau. Saya yang telah tetapkan percaya pada forum tersebut dan sayalah yang salah memilih. 30 menit kemudian tiba teller lain dan memanggil nomor saya. Akhirnya. Tak lagi menghabiskan enerji untuk hal bodoh, saya membisu menikmati proses pengecekan biodata pada dokumen dan selesai sudah. Tak ada ucapan maaf atau terima kasih dari satupun pegawai di sana.
Pengalaman ini mengingatkan kembali hal utama dalam bisnis layanan, yaitu tenggang rasa dan kepercayaan. Tidakkah pihak perusahaan melatih karyawan untuk peka berempati, melihat nenek bau tanah menggendong dan bangun berjam-jam mengantri? Orang-orang tampak lelah menunggu berjam-jam, mengorbankan acara lain mereka? Etika dalam merespon nasabah?
Mampu memahami perasaan orang lain yaitu kunci pertama bisnis layanan. Dari sinilah kepercayaan akan muncul. Berlatihlah berpikir dari perspektif konsumen, untuk menyebabkan kita mahkluk sosial yang tidak terlalu egois. Hidup mati bisnis ditentukan oleh konsumen. Pahami, hargai, dan layani mereka sebagai manusia, Anda akan mendapat hatinya.
***
Sumber http://inspirasisolusibisnis.blogspot.com/
