Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cara Ndheso Maraih Sukses

pic: maskot Tanjungan
1 Agustus 2017 kemudian saya membuatkan perihal Cara Ndheso Menggerakkan Tim, sebuah pengalaman dedikasi masyarakat desa bersama tim Ubaya. 4 bulan mendampingi warga membagun proyek ekowisata Tanjungan, menjalankan komitmen hibah multiyears Dikti. Dari desa yang kering, hampir mati dan kemudian mulai hidup kembali. Wisata waduk, hutan rakyat, sentra budaya, dan masakan khas Tanjungan.

Beberapa ahad kemudian saya berkesempatan kembali ke sana untuk melihat perkembangan sekaligus bersilaturahmi dengan mereka sesudah lebih dari 2 bulan tidak berjumpa. Suasana yang tetap hangat, bersahabat, dan penuh semangat.

Siang itu, sesudah berkeliling lokasi wisata, pak Herry salah seorang perangkat desa sekaligus pencetus proyek menyuguhkan beberapa lembar laporan. "Ini laporan kunjungan selama tahun 2017." Saya sangat terkejut melihat angka-angka di sana. Dari bulan Januari hingga Agustus, jumlah pengunjung bergerak pada angka 500 hingga 1000 perbulan. Sedangkan September hingga Desember, terhitung semenjak kami bekerja sama, jumlah penggunjung melonjak dengan pesat hingga puncaknya pada bulan Desember menembus angka 20407 dalam satu bulan saja. Jelas angka di atas 100 juta rupiah. Prestasi yang luar biasa!

Beberapa rekan mempertanyakan, "Bagaimana mungkin? Bagaimana caranya? Apa yang tim kami lakukan?" Sebenarnya kunci keberhasilan bukan berasal dari kami, tim pengabdi, namun bersumber pada kekuatan insan (human capital) desa itu sendiri. 

1. Semua berawal dari mimpi yang mulia
spanduk kirab budaya tahunan
Saya teringat, pertama kali berjumpa dalam rapat di bulan Agustus, saya mempertanyakan, "Apa mimpi bapak ibu buat desa ini?" Pak Hartoyo (sesepuh dan pencetus budaya) dan sebagian besar menjawab, biar sanggup berkembang lebih baik, dikenal masyarakat, dan meninggalkan warisan untuk anak cucu. Saya mencatat ini sebagai  visi yang mulia, sebuah desa yang menjadi manfaat untuk warga, pengunjung, dan menjadi warisan masa depan. Saya mencicipi ketulusan dalam kesederhanaan. Inilah kekuatan mereka. Saya yakin bahwa segala doa yang tulus, mulia akan mendatangkan kebaikan. 
Ada satu cerita inspirasif, Ibu Tuti, warga yang kesehariannya berjualan masakan di warung kecil kawasan Jatikurung, beberapa puluh kilometer dari desa. Tak jarang pulang malam tanpa hasil satu rupiahpun. Sejak berjalannya pengembangan ekowisata, ia menetapkan untuk menyewa 1 stan warung disana. Alhamdulillah, laris dan sering kehabisan sebelum jam 1 siang. Niat baik itu menular dan menjadi berkah bagi orang lain. Kisah serupa dialami pak Ardan, pemilik warung nyambik (sejenis kadal), yang mengaku omset perhari sanggup mencapai 500 ribu. Ia menerima berkah dari visi mulia.

2. Keterbukaan dan komitmen
wahana bahtera naga
Keterbukaan atas hal baru, masukan, dan kritik menjadi kekuatan lain warga desa. Kami tim Ubaya sangat beruntung bertemu mereka. Mungkin canggung awalnya, namun waktu menandakan bahwa mereka terbuka atas hal baru, mereka mendapatkan kami. Segala kritik dan masukan selalu menjadi sajian utama rapat untuk perbaikan bersama. Bahkan kami punya lembaga diskusi melalui aplikasi chat yang selalu aktif. Setidaknya, sekali dalam seminggu selalu ada hal yang mereka sampaikan, kegalauan dan kebahagiaan. Beberapa kali, perangkat desa proaktif meminta pelatihan, materi-materi gres biar mereka lebih baik. Ya, inilah perilaku orang-orang yang mau maju dan sang pemilik masa depan. 
Komitmen juga menjadi kunci keberhasilan di sana. Dari sekian banyak sesi training dan diskusi yang kami gelar, komitmen kehadiran mereka hampir selalu 100%. Selalu ramai dan antusias dalam sesi tanya jawab. Dalam pelaksanaannya, komitemen mereka terlihat dari pencapaian milestone yang sudah mereka tetapkan. Pembangunan yang (sedikit) perlahan namun pasti. Inovasi yang selalu ada dalam 1 bulan. Selalu ada yang gres bagi pengunjung dan inilah spirit Tanjungan. 

3. Mental pengusaha, bukan pengemis
warga swadaya menciptakan fasilitas
Tanpa mencari kambing hitam, sering kita membaca info "kebocoran" dana dari atasan dan tata kelolanya hingga ke desa. Mungkin memang benar adanya oknum dibalik masalah tersebut. Sebagian proyek pengembangan desa di Indonesia berhenti ketika dana dari pemerintah tak lagi diterima atau cukup. Berbeda dengan warga Tanjungan. Lelah sudah berharap dan meminta dana dari pengelola negara dan kawasan yang kadang php, warga desa lebih menentukan berusaha sendiri. Dengan capaian yang layak diapresiasi, mereka sudah mulai mempunyai dana desa mandiri, roda ekonomi warga sudah mulai berputar. Untuk menekan biaya, bersama-sama men jadi solusi mereka. Mereka bekerja membangun, mengelola tanpa berharap besar honor layak. Mereka hanya mengusahakan berbuat yang terbaik bagi desa. Beberapa bulan ini mereka akan membangun unit bisnis dan merancang beberapa revenue stream yang strategis. Bermental pengusaha yakni modal berbisnis, termasuk bisnis pariwisata. Semoga semangat ini akan ada selamanya. Saya pikir, bukan berarti dana yang dijanjikan presiden tidak lagi diharapkan desa. Saya yakin, dengan sumbangan dana yang terdistribusi dengan benar tanpa "pungli",  kekuatan ekonomi desa akan benar-benar makin kasatmata berkontribusi. 

4. Kepemimpinan yang melayani
komunitas lansia beraktivitas di sisi waduk
Inilah kunci dasar keberhasilan Tanjungan. Mereka beruntung, mempunyai pemimpin yang baik, ibu Lurah. Kisahnya tidak populer alasannya yakni memang tujuan hidupnya bukan menjadi popluer. Saya mengenal ibu Lilik sebagai sosok yang rendah hati, terbuka, dan sangat perhatian kepada warga. Menarik mendengar proses pemilihan calon lurah dan dia menerima sumbangan bunyi 100% dari warga, tanpa politik abal-abal. Kepemimpinan yang baik dari seorang pemimpin terang menjadi pemicu setiap perubahan dan perbaikan. Saya melihat, perilaku warganya yang demikain  yakni cerminan dari jiwa ibu Lurah. Ia memimpin di depan, menjadi sobat di antara warga, dan mendorong dari belakang. Bahkan tak segan-segan seorang ibu Lurah ikut mengatur parkir pada ketika ramai pengunjung. Inilah kepemimpinan yang melayani. Tidak ada pencitraan, hanya ketulusan membangun bersama.

Perjalanan mereka belum selesai. Ini hanya awal menuju mimpi yang lebih mulia. Semoga semangat ndheso yang sederhana ini menjadi ide hati kita yang sudah modern.

Sumber http://inspirasisolusibisnis.blogspot.com/