Pemecah Belah Itu Bernama... Responsibility Accounting!
![]() |
| pic: journal.thriveglobal |
Apakah Anda merasa kurang atau tidak adanya dukungan dari divisi lain di perusahaan Anda? Mereka tidak cukup peka peduli pada divisi Anda, sementara mereka sangat disiplin dan all out untuk kepentingannya?
Wajar jikalau Anda sedang mengalaminya. Ini ialah default accounting model yang diterapkan di seluruh perusahaan yang mangadosi model akuntansi barat. Dalam disiplin akuntansi, dikenal konsep responsibility accounting yang diimplementasikan dalam kerangka kerja responsibility centre (RC). Singkatnya, RC berasumsi bahwa setiap divisi dalam perusahaan harus memegang tugas 1 pertanggungjawaban terkait dengan kinerja keuangan. Sebagai contoh, divisi purchasing harus bertanggung jawab penuh atas biaya (cost) alasannya ialah fungsinya sebagai sentra biaya (cost centre), untuk membeli segala materi baku atau sediaan. Targetnya, makin efisien biaya yang dikeluarkan dalam satu periode, maka kinerja divisi tersebut akan dinilai makin baik.
Begitu pula dengan pusat-pusat keuangan lain menyerupai sentra pendapatan (revenue centre), sentra laba (profit centre), dan sentra investasi (investment centre). Setiap divisi dinilai menurut tugas keuangannya masing-masing dan masuk akal jikalau karenanya mereka lebih memikirkan performanya, alih-alih mikirin performa orang lain.
Begitu pula dengan pusat-pusat keuangan lain menyerupai sentra pendapatan (revenue centre), sentra laba (profit centre), dan sentra investasi (investment centre). Setiap divisi dinilai menurut tugas keuangannya masing-masing dan masuk akal jikalau karenanya mereka lebih memikirkan performanya, alih-alih mikirin performa orang lain.
Jika tidak dikelola dengan benar, RC justru membuat dikotomi performa dan kerusakan hubungan. Masing-masing "kerajaan" divisi berusaha menyelamatkan dirinya. "Raja-raja kecil" ingin tampil paling bagus di depan pemangku kepentingan atas keuangan yang maha esa. Risiko terburuk, perusahaan akan terpecah belah dan terjebak pada konflik kepentingan tiada akhir, kehilangan fokus terdisrupsi oleh dirinya. Ahli taktik Sun Zi mengatakan, "Dalam bergerak, seluruh pasukan harus menjadi satu badan bergerak ke arah yang sama." Persatuan ialah kunci keberhasilan organisasi. Namun realitanya, ilmu bisnis modern membuat dikotomi.
Sudah saatnya organisasi (apapun) kembali pada tatanan organisasi yang saling bekerja sama, memikirkan nasib bersama, bukan pribadi divisi. Maju bersama dan sukses bersama. Bagaimana caranya?
Saya menyebutnya sebagai Value Centre (VC), sebuah model konseptual dimana masing-masing divisi berbicara wacana bagaimana memberi value pada divisi lain yang terkait (langsung atau tidak langsung). Tidak lagi memikirkan dirinya terlebih dahulu, namun mengutamakan kepenringan bersama. Key Performance Indicator (KPI) bukan lagi berorientasi pada ego, namun pada seberapa besar value yang telah diberikan. Pada akhirnya, performa sebuah divisi bukan alasannya ialah kesombongan jerih payah divisi tersebut, namun lebih alasannya ialah "bantuan" manfaat yang diberikan divisi lain. Saya telah menawarkan training bisnis pada klien-klien saya wacana hal ini dan hasilnya lebih baik. Mereka memikirkan kembali taktik dan KPI secara sadar. Kesinambungan dan konsistensi VC pada karenanya membangun tenggang rasa organisasi yang membawa perusahaan dari sekadar good, tapi menjadi great corporate governance.
Semoga bermanfaat!
Sumber http://inspirasisolusibisnis.blogspot.com/
