Kekuatan Tersembunyi Taiwan Yang Tidak Pernah Kita Dengar
Meteor Garden. Itulah salah satu kata yang terlintas di benak pikir aku ketika mendengar kata Taiwan. Tidak ada hal lain yang sanggup aku bayangkan perihal kehebatan negeri tengah samudra itu. Sebagai kegiatan rutin Pascasarjana Universitas Surabaya, bulan kemudian aku berkesempatan mendampingi mahasiswa pascasarjana mengunjungi Taipei, ibu kota Taiwan. Cukup enggan awalnya. Tak terpikir bakal ada sesuatu yang Istimewa di sana. 5 hari menapaki Taipei menciptakan persepsi aku perihal Taiwan berubah 1800. Taiwan salah satu negara yang sudah cukup maju dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, kesejahteraan yang merata, dan patut dipertimbangkan sebagai salah satu negara berpengaruh di Asia.
Berawal dari Touyuan Airport, daerah perpisahan Sancai dengan Dao Ming Se sampai Shilin Market, aku berguru nilai humanisme yang besar telah menjadi resep percepatan akselerasi negara bertajuk The Heart of Asia ini.
Malam hari pertama mencoba berpetualang mengunjungi Xi Men, sentra nongkrong anak muda. Bersama beberapa siswa, sempat mengalami kebingungan rute MRT. Selang beberapa detik, seorang perempuan mendatangi kami, “Can I help you?” begitu tukasnya. Wanita berjaket hangat itu mencoba menunjukkan derma begitu melihat bahasa badan kami. Wow… ini kali pertama berkunjung ke negeri orang dan menemukan penduduk yang baik hati, proaktif memberi pertolongan. Melanjutkan rute, beberapa kali kami bertanya arah pada penduduk dan selalu menerima respon yang baik. Sebagian besar penduduk Taiwan cukup ramah dan suka membantu. Hari-hari berikutnya kami mengunjungi beberapa perusahaan dan kampus besar. CTBC, bank swasta terbesar di Taiwan menjadi salah satu target business visit kami.
Bis kami memasuki area headquarter CTBC di Nangang District. Dari lantai atas bis, aku melihat beberapa staf berbaju sangat rapi telah berdiri menyambut kami. Sebuah kehormatan luar biasa menerima sambutan dari jajaran manajemen. Memasuki ruang pertemuan, kami menerima sharing ilmu dari Peter Liu dan Frank Shih, dua orang yang masing-masing memegang tugas sebagai Executive Vice President. Sebuah pengalaman yang langka, bagaimana CTBC mengupayakan 2 orang posisi puncak untuk memberi kuliah gratis pada kami. Mereka yaitu para chief yang ramah dan terbuka. Ilmu yang kami dapatkan di hari itu sangat menginspirasi. Bukan hal gampang bagi perusahaan untuk melaksanakan hal yang sama. Time is money dan kesibukan para chief cukup menjadi alasan mengapa kita sulit menemui mereka. Budaya organisasi CTBC sungguh berbeda. Nilai humanisme sangat kental di sana. Bagi mereka, siapapun yang tiba dan membangun relasi, mereka yaitu keluarga.
Di tengah perjalanan menuju hotel di New Taipei City, tour leader kami mengatakan insight perihal Taiwan. Salah satu kata kunci yang aku catat adalah, Taipei itu kota yang aman.
Malam hari kedua, kembali aku menikmati waktu bebas dan berpetualang ke Taipei Main Station, sentra toko action figure terbesar di sana. Berjalan menuju daerah pembelian koin MRT, aku melihat sebuah dompet tebal di atas mesin koin. Mungkin dompet orang yang tertinggal. Orang berlalu-lalang silih berganti di sana, tapi tak satupun aku perhatikan berani menyentuh dompet itu. Bahkan beberapa menit kemudian aku kembali melihat dompet itu masih di sana. Wow… pemandangan yang langka bagi saya. Memang relatif lebih aman. Sudah hal biasa pula melihat bawah umur SD Sekolah Menengah Pertama naik MRT malam hari seorang diri sebab keamanan cukup terjamin.
Bagaimana bisa?
Pertumbuhan ekonomi Taiwan sangat menjanjikan. Tercatat pada 2013, GDP Taiwan mencapai 489.21 milyar USD. Kesejahteraan masyarakat cukup merata dan sudah baik. Di sana kita akan melihat bagaimana kendaraan beroda empat diatas rata-rata semacam Livina atau Wish dijadikan armada taxi umum. Sistem pemerintahan juga berjalan masuk akal tanpa huruhara politik kepentingan perut. Bahkan, aku tidak terlalu was-was ketika berbelanja disana. Harga yang mereka tawarkan cukup wajar, di pasar, kota, bahkan bandara (walaupun pada beberapa kasus kita boleh menawar kembali).
Aroma The Heart of Asia benar sanggup aku rasakan ketika di sana. Internalisasi visi benar-benar terjadi. Taiwan bukan negara agama, namun penduduknya telah menerapkan arti spiritualisme, ada hal yang lebih penting dari uang dan kapital. Bahkan beberapa kampus disana telah menerapkan penyatuan dengan alam sebagai turunan dari konsep spiritualisme. Bagi masyarakat Taiwan humanisme yaitu hal yang utama. Dibanding negara adikuasa, Taiwan yaitu negara kecil namun mempunyai kebesaran hati. Dan kesimpulan saya, human capital tetap menjadi kunci utama pembesaran kualitas negara. Bukan hanya pada faktor intelektual, pendidikan moral dan abjad tidak cukup menjadi tekstual di sekolah, namun harus termanifestasi dalam kehidupan sehari-hari.
Terima kasih, Taiwan touch my heart!
Sumber http://inspirasisolusibisnis.blogspot.com/
