Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pertimbangkan Hal Ini Sebelum Deal Dengan Investor-1

Banyak cara untuk melaksanakan scaling keuangan bisnis startup, salah satunya melalui sumbangan investor. Cara ini dinilai cukup strategis, risiko lebih kecil, dan mempunyai kepastian lebih tinggi, disamping cara lain menyerupai bootstrapping atau kredit usaha. Kenyataannya tidak juga. Tidak jarang startuper yang bermimpi indah, menerima investasi, dan pada risikonya menyesali penyesalan keputusan mendapatkan investor sebagai bab dari bisnisnya.

Para investor bermetamorfosis Doc Frankenstein yang “sembarangan” membongkar pasang tim Anda, merubah orientasi bisnis Anda, bahkan mendepak Anda dari perusahaan. Dan mereka dilindungi hukum! Hal serupa yang dialami Walt Disney ketika menerima investasi dari Universal Studio. Saat itu secara sepihak, US mematenkan huruf andalan Walt, Oswald Rabbit dan “mengeluarkan” Walt dari bisnis tersebut. Tanpa pertimbangan investasi yang sangat matang, mungkin kita akan senasib dengan Walt.

Hal ini menjadi tantangan menarik bagi startuper masa kini. Kita dituntut mempunyai kemampuan akuntansi, merger, akuisisi, dan administrasi keuangan yang sebelumnya belum pernah kita sentuh sama sekali. Di banyak sekali training startup saya sering menerima pertanyaan, bagaimana memilih nilai perusahaan ketika berhadapan dengan calon investor? Berapa besar pembagian kepemilikan nantinya? Bagaimana tugas masing-masing? Menentukan nilai perusahaan dan memilih prosentase kepemilikan merupakan 2 hal yang sangat memengaruhi nasib dan bisnis Anda di masa depan. Kesalahan evaluasi akan berakibat fatal.

Pada kesempatan ini, saya ingin membuatkan poin pertama, bagaimana memilih nilai perusahaan kita.

Sebagai ilustrasi, kalau ketika ini ada calon investor menawar perusahaan Anda senilai Rp.500juta, apakah Anda akan terima atau tolak? Apa pertimbangan Anda?

Idealnya, hitung semua aset terlebih dahulu. Nyatanya, seringkali startuper menilai terlalu rendah bisnisnya (undervalued) daripada seharusnya.

Sebenarnya, pertanyaan pentingnya adalah, apa saja yang disebut aset? Aset sanggup berwujud (tangible) dan tak berwujud (intangible). Sangat gampang menghitung nilai aset berwujud, menyerupai uang tunai, piutang klien, alat produksi, stok, kendaraan, paket software aplikasi, atau bangunan. Dapat memakai harga perolehan awal atau harga pasar (jika mengikuti standar akuntansi ketika ini) dikurangi nilai penyusutan yang sudah terjadi. Untuk aset tak berwujud, kita memerlukan kecermatan lebih tinggi untuk menghitungnya. Apa saja yang termasuk sebagai aset tak berwujud? Berikut beberapa kategori aset tak berwujud dalam industri kreatif yang wajib diperhitungkan untuk membuat nilai yang lebih fair:

1.    Paten
Merk, nama, registrasi resep produk, dan hal terkait HAKI lain yang sudah pernah didaftarkan harus menjadi prioritas perhitungan alasannya yaitu seringkali startuper lupa akan hal ini. Terutama untuk paten yang sudah bertahun-tahun lalu. Jika tidak, investor berhak menikmatinya tanpa menanggung pembiayaannya.

2.    Human Capital
Bagaimana menilai insan yaitu dilema yang belum terselesaikan di dunia akuntansi, menyerupai evaluasi pemain sepak bola yang cenderung irasional. Manusia yaitu sumber kreativitas dan inovasi. Guru yang saya kagumi, Steve Blank menyampaikan bahwa investor yang baik membeli personal, bukan sekadar produk. Jika Anda mempunyai bukti faktual tim dengan huruf dan performa kerja tinggi, maka bukan hal yang berlebihan kalau menilai lebih tinggi.

3.    Brand value
Berikutnya, merk perusahaan Anda. Jika perusahaan Anda sudah well-known, populer dan banyak diliput media, tentu saja Anda perlu mempertimbangkan evaluasi lebih dari sekadar evaluasi registrasi HAKI di atas kertas. Anda sanggup memperlihatkan 2 skenario perbandingan plus-minus, antara melanjutkan perjuangan (bersama investor) dengan nama yang sudah ada atau membuat nama gres dan memulai dari nol lagi.

4.    Goodwill
Goodwill, sederhananya merupakan impian baik masa mendatang atas apa yang kita punya. Misalnya, Anda pebisnis Apps dan punya satu Killer Apps yang usernya Anda prediksi akan jutaan pada beberapa tahun mendatang. Nah nilai user pada tahun mendatang harus dikapitalisasi/ dinilai kini atau di-present value kan juga. Jika tidak, Anda akan sangat menyesali kerugian di masa mendatang.

5.    Penilaian ulang produk
Dalam hal ini, seringkali kasalahan startuper terjadi alasannya yaitu mereka menilai nilai produk dari sisi biaya produksi (tenaga kerja, biaya inovasi, materi baku, biaya overhead) saja. Saat proses akuisisi atau merger, produk-produk yang kita miliki harus dinilai sesuai harga jual wajar, bukan biaya produksi. Jika tidak, kita akan menanggung kerugian undervalued.

Tentunya perhitungan nilai perusahan tetap perlu mempertimbangkan adanya sisa kewajiban yang sedang berjalan serta aspek persona calon investor, apakah cocok dengan jiwa bisnis kita. Namun dengan perhitungan yang matang aset berwujud dan tak berwujud, setidaknya kita bisa terhindar dari aturan transaksional bisnis yang selalu berusaha menilai “barang” dengan harga semurah-murahnya.

Semoga bermanfaat!


Sumber http://inspirasisolusibisnis.blogspot.com/