Kekuatan Value Creation Yang Wajib Diketahui Pebisnis
Kesesakan dan ketatnya persaingan, baik antarperusahaan maupun antarmarketer dalam arena bisnis memicu agresifitas. Sebagai konsekuensinya, marketing mengalami proses saturasi, pemudaran value. Pasar sudah (mulai) jenuh dengan pesan-pesan iklan yang memaksa, baik dalam bentuk spam atau tindakan bergairah lain. Hal ini akan memicu kekagagalan marketing bahkan depresi manajemen.
Jika di masa lampau marketer lebih banyak berbicara, ketika ini marketer perlu lebih banyak mendengar, mencari tahu value konsumen. Jika masa lampau medan persaingan bisnis masih dikuasai oleh penguasa modal dan resource, ketika ini penguasa bisnis yaitu siapa saja yang mempunyai kemampuan penemuan value yang tinggi. Marketing bukanlah lagi aktivitas mekanistik, namun sudah tindakan humanis berbasis moral dan value. Saturasi marketing dipengaruhi oleh seni administrasi bisnis secara keseluruhan. Ketika tidak ada lagi value yang sanggup ditawarkan kepada konsumen, dengan gampang konsumen akan beralih hati sehingga sikap bergairah akan secara alami gampang menggerakkan marketer dengan slogan “sell or die”.
Di dalam buku LastingLean, saya memaparkan pentingnya transformasi seni administrasi bisnis yang bergerak mulai dari fokus pada rival movement, lalu product dan market development, menuju pada customer value development. Era isu dan konseptual membuat kondisi red ocean atau abundance sampai startuper atau inovator hampir tidak mempunyai pasar gres alasannya semua industri sudah padat dengan pesaing. Satu-satunya cara untuk keluar dari kesesakan tersebut yaitu dengan merefokus pandangan perusahaan dari rival movement kepada penciptaan customer value dan membuat pasar baru, bukan menguasai pasar yang sudah ada.
Jan Koum, nama yang melejit sehabis produknya dibeli Facebook senilai sekitar USD 19 Milyar yaitu kreator aplikasi WhatsApp. Koum bukan investor besar, bahkan ia mengawali kehidupannya hanya sebagai tukang sapu di Amerika Serikat. Ia tidak pernah memulai ide bisnis dengan berorientasi pada pesaing. Dengan sederhana, ia hanya berorientasi untuk mengatasi persoalan mahalnya komunikasi via telepon dengan ayahnya yang berada di Ukraina. Era isu dan konseptual yang telah mempertemukan Koum dengan peluang bisnis luar biasa. Sama halnya dengan pembeli WhatsApp, Facebook yang diawali dengan kerinduan sederhana Mark Zuckerberg, untuk mempertemukan seluruh mahasiswa dan alumnus Harvard dalam sebuah komunitas.
Value-value kehidupan yang sederhana inilah yang menarik stakeholder dan membawa pebisnis pendatang gres yang melejit dengan lebih cepat. Mereka tidak membangun seni administrasi fokus pada pesaing, mereka hanya ingin menuntaskan persoalan kehidupan. Mereka fokus pada penciptaan value, sebagai nyawa dari produk itu sendiri.
Jika di masa lampau marketer lebih banyak berbicara, ketika ini marketer perlu lebih banyak mendengar, mencari tahu value konsumen. Jika masa lampau medan persaingan bisnis masih dikuasai oleh penguasa modal dan resource, ketika ini penguasa bisnis yaitu siapa saja yang mempunyai kemampuan penemuan value yang tinggi. Marketing bukanlah lagi aktivitas mekanistik, namun sudah tindakan humanis berbasis moral dan value. Saturasi marketing dipengaruhi oleh seni administrasi bisnis secara keseluruhan. Ketika tidak ada lagi value yang sanggup ditawarkan kepada konsumen, dengan gampang konsumen akan beralih hati sehingga sikap bergairah akan secara alami gampang menggerakkan marketer dengan slogan “sell or die”.
Di dalam buku LastingLean, saya memaparkan pentingnya transformasi seni administrasi bisnis yang bergerak mulai dari fokus pada rival movement, lalu product dan market development, menuju pada customer value development. Era isu dan konseptual membuat kondisi red ocean atau abundance sampai startuper atau inovator hampir tidak mempunyai pasar gres alasannya semua industri sudah padat dengan pesaing. Satu-satunya cara untuk keluar dari kesesakan tersebut yaitu dengan merefokus pandangan perusahaan dari rival movement kepada penciptaan customer value dan membuat pasar baru, bukan menguasai pasar yang sudah ada.
Jan Koum, nama yang melejit sehabis produknya dibeli Facebook senilai sekitar USD 19 Milyar yaitu kreator aplikasi WhatsApp. Koum bukan investor besar, bahkan ia mengawali kehidupannya hanya sebagai tukang sapu di Amerika Serikat. Ia tidak pernah memulai ide bisnis dengan berorientasi pada pesaing. Dengan sederhana, ia hanya berorientasi untuk mengatasi persoalan mahalnya komunikasi via telepon dengan ayahnya yang berada di Ukraina. Era isu dan konseptual yang telah mempertemukan Koum dengan peluang bisnis luar biasa. Sama halnya dengan pembeli WhatsApp, Facebook yang diawali dengan kerinduan sederhana Mark Zuckerberg, untuk mempertemukan seluruh mahasiswa dan alumnus Harvard dalam sebuah komunitas.
Value-value kehidupan yang sederhana inilah yang menarik stakeholder dan membawa pebisnis pendatang gres yang melejit dengan lebih cepat. Mereka tidak membangun seni administrasi fokus pada pesaing, mereka hanya ingin menuntaskan persoalan kehidupan. Mereka fokus pada penciptaan value, sebagai nyawa dari produk itu sendiri.
