Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apa Yang Terjadi Di Benak Kita Ketika Mengambil Keputusan?

Ada 3 hal yang konstan dalam kehidupan, yaitu perubahan, pilihan, dan prinsip” –Stephen Covey
Setiap saat, dalam setiap aspek, kita dihadapkan dengan pilihan-pilihan. Kadang, kita dilema. Dalam kondisi ini, kita mengalamai semacam “tween”, suatu masa dan proses berurutan yang terjadi di benak kita, sebelum tetapkan pilihan, termasuk pilihan membeli produk, menentukan pasangan, atau calon pemimpin Indonesia.

Sementara itu, pakar psikologi terkenal (Ariely, Kahneman, Tversky, dan Heath) mengungkap bahwa intinya insan yaitu makhluk irasional, bukan rasional ibarat diungkap oleh teori ekonomi atau teori agensi terdahulu. Lalu, selama ini berarti keputusan yang kita ambil yaitu irasional?

Coba simak ilustrasi berikut:
Bayangkan Anda dihadapkan dengan 2 pilihan (X atau Y), sesuatu yang "gratis". Ketika Anda tetap harus memilih, Anda akan menghadapi alternatif kondisi berikut:
  • Memilih Y alasannya Anda menyukainya
  • Memilih Y alasannya Anda tidak menyukai X
(atau sebaliknya)

Seringkali kita mengambil keputusan menentukan sesuatu (misalnya Y) atas dasar alasannya sudah terlanjur jatuh cinta, kesan pertama yang mengesankan, pesona, prestis, atau kekaguman terhadap hal yang kita pilih. Kita tetapkan sesuatu belum kita hitung atau analisis terlebih dahulu. Bisa saja keputusan itu hanya berdasar atas dongeng orang yang kita percaya atau hormati dan kadang hanya berdasar intuisi. Dalam konteks pemilihan figur (seperti pemimpin), adanya kesamaan impian, prinsip, keyakinan, keadaan, dan kisah yang menempel sanggup pula menjadi penguat keputusan.

Kemudian, ketika ketika itu seseorang bertanya “Mengapa Anda pilih Y?” Maka otak kita akan bekerja keras mencari dalih atau pembenaran untuk memantabkan/ menggenapkan pilihan kita. Otak kita akan melaksanakan proses asosiasi dari dari serangkaian data/ informasi atau dikenal sebagai discontent construction sehingga pilihan kita akan terkesan logis.
Begitu pula dengan alternatif kedua. Mungkin saja kita “terpaksa” menentukan Y alasannya kita tidak suka atau membenci pilihan X. Rasa tidak suka, sentimen juga terjadi alasannya kita yaitu pemikir yang irasional. Selanjutnya, kita akan mencari dalih dan pembenaran/ penggenapan yang meyakinkan diri kita bahwa pilihan kita yaitu benar. Konsekuensinya, kita akan menyayangi berita-berita yang menyudutkan pilihan X dan merasa nyaman mendengar informasi yang faktual ihwal pilihan Y, dan sebaliknya.

Sulit memang menjadi langsung yang obyektif, setidaknya tips berikut sanggup membantu kita menjadi pengambil keputusan yang lebih obyektif:
  1. Selalu berefleksi diri dan mengklarifikasi pilihan yang telah diambil, setidaknya untuk meningkatkan obyektifitas.
  2. Sebagai penunjang tips pertama, cari data dan informasi hanya dari sumber yang dipercaya dan bebas kepentingan alasannya kurun teknologi memungkinkan setiap orang sanggup menciptakan informasi semau gue.
  3. Hindari membuka mengikuti comment atau post negatif yang belum terkonfirmasi kebenarannya alasannya hal ini akan menyesakkan jiwa kita.


Selamat mengambil keputusan, Semoga bermanfaat!

Sumber http://inspirasisolusibisnis.blogspot.com/