7 Prinsip Membangun Teamwork Ala Avengers
Bekerja dalam sebuah tim bisa jadi terasa lebih sulit daripada bekerja sendiri. Apa yang kita mau, seringkali tidak ibarat yang anggota tim lain mau. Ya, itulah uniknya insan yang mempunyai kehendak bebas dan ego. Ketakutan, kekhawatiran demikianlah yang sering menjadi momok bagi kita untuk berani terjun membangun tim baru. Memang, perjuangan dan pengorbanan untuk membangun tim akan lebih besar daripada bekerja 1 man show. Namun hakikinya, insan juga diciptakan sebagai makhluk sosial. Ada satu enerji besar ketika sebuah tim bisa bekerja dalam "satu tubuh" yang disebut sinerji, dimana 1 + 1 bukan lagi sama dengan 2, tapi lebih dari 2. Sebenarnya yang menjadi tantangan utama dalam hal ini adalah, bagaimana cara membangun tim gres yang baik?
Kisah Avengers karya Marvel menyimpan prinsip hebat wacana bagaimana membangun sebuah tim yang ideal. Saya mencatat 7 hal penting yang sanggup kita jadikan sebagai referensi:
1. Visi yang sama
Tim Avengers sangat terang memilki visi yang sama, mereka kumpulan orang baik yang ingin melindungi umat insan dari serangan teroris. Kesamaan visi ialah hal utama di dalam membangun tim. Sebagai contoh, di dalam teori organisasi dikenal 2 norma, yaitu norma ekonomi dan norma sosial. Norma ekonomi berasumsi bahwa organisasi bertujuan untuk bisnis, bukan sebagai alat sosial. Sebaliknya, norma sosial berasumsi bahwa organisasi harus berada pada jalur sosial. Penggabungan keduanya sanggup merisikokan organisasi berada dalam status stuck in the middle. Umumnya, perusahaan mulai bergerak menuju norma sosial sehabis mencapai fase kemakmuran. Tanpa kesamaan visi, proses penyatuan akan sulit dicapai. Kita bisa berguru dari episod Avengers Disassembled dan Civil War, ketika Cap dan Ironman berbeda visi dan tidak ada lagi rekonsiliasi, tim Avengers terpecah.
2. Anggota tim harus unik
Coba pikirkan, bagaimana jikalau tim Avengers terdiri dari 5 Hulk? atau 5 Captain America? Tentu tidak akan sinerjis. Setiap abjad ialah unik dari aspek kemampuan, skill, dan personaliti. Ada yang keras kepala, suka narsis, besar lengan berkuasa secara fisik, pandai, dan sebagainya. Selama 10 tahun saya memperhatikan sekian ratus mahasiswa (dalam tim penyelesaian proyek) terjebak di dalam delusi kesamaan. Orang-orang dengan IP tinggi bergabung dengan sesamanya, mereka berpikir homogenitas ialah solusi yang baik. Begitu pula sebaliknya, akhirnya, belum dewasa dengan IP pas-pasan berkumpul sendiri. Pada dasarnya, setiap orang itu hebat, punya kelebihan dan kekurangan. Hanya saja dunia pendidikan yang buta hanya mengukur kehebatan dengan cara otak kiri. Sinerji akan terjadi ketika kita mendedikasikan kelebihan kita untuk mengisi kekurangan orang, dan membuka diri mempersilahkan kelebihan orang mengisi kekurangan kita.
3. Menekan ego
Ego ialah sesuatu yang baik jikalau dikelola dengan baik. Diperlukan pengendalian diri yang besar lengan berkuasa untuk bisa mengelola ego. Kesabaran, kemampuan empati, dan kepercayaan ialah unsur utama manejemen diri dalam sebuah tim. Di dalam Avengers, masing-masing anggota nampak hebat ketika menjadi solois, namun ketika tergabung dalam sebuah tim, setiap anggota harus berguru mau dipimpim oleh orang (yang mungkin secara IQ tidak lebih baik dari kita). Hulk dan Ironman terang mempunyai kemampuan IQ paling baik, namun kekuatan tim tidak hanya ditentukan oleh aspek intelektual. Kemampuan mengendalikan diri jauh lebih penting, bahkan seorang pemimpinpun harus berjuang untuk menahan godaan gaya kepemimpinan diktator yang sudah tidak cukup relevan di periode konseptual.
4. IQ bukan syarat utama pemimpin
Dari pengamatan terhadap sikap mahasiswa, saya memperhatikan kecenderungan sebuah tim untuk menentukan pemimpin yang punya IP paling baik, atau setidaknya andal di bidang yang sedang dijalani. Ini ialah kesalahan fatal! Coba perhatikan plot Avengers, apakah Nick Fury punya kemampuan bertarung paling baik? Tentu tidak. Mengapa? Karena kepemimpinan bukan sekadar wacana intelejensi, namun wacana sikap dan personaliti. Ahli perang Sun Tzu mencatat 5 abjad pemimpin yang baik, yaitu sikap bijaksana, kasih, ketulusan, keberanian, dan integritas. Pemimpin yang baik tidak harus hebat di semua bidang, tapi dia secara cerdas bisa men-simfoni-kan orang-orang hebat.
5. "Nepotisme" itu penting
Nick mengenal dengan baik dan menyimpan data para superhero. Ketika ada proyek/ misi baru, dia akan menentukan orang yang sesuai dan menyatukannya dalam tim. Merekrut orang yang sudah kita kenal dan terang langsung dan kompetensinya akan meminimalkan risiko kegagalan misi. Bagi saya, pertimbangan demikian bukanlah kesalahan atau ketidakprofesionalan. Itulah mengapa surat rekomendasi itu cukup berperan. Selain itu, mekanisme rekrutmen konvensional juga tidak menjamin the right man on the right place.
6. Size does matter
Jumlah, inilah bedanya Avengers dan AKB48 :) Tim inti avengers hanya terdir sekitar 5-7 orang (tergantung versi universe), selebihnya ialah tim gabungan. Membangun tim perlu mempertimbangkan efisiensi atau bahasa kerennya, lean (ramping). Tim yang tidak efisien akan membuat kondisi idle, pembesaran biaya, dan potensi konflik yang makin besar. Model operasi bisnis dikala ini sudah megarah pada efisiensi melalui outsourcing, bahkan offshoring. Sebisa mungkin, mereka menghindari beban fixed cost yang besar, bukan sebaliknya. Sebagian besar barang yang Anda pakai ialah made in China, walupun konsep dan seni administrasi bisnis tetap dipegang oleh negara pencipta IP. Tim kecil yang efektif akan mendatangkan laba bagi bisnis Anda.
7. Selalu dinamis
7. Selalu dinamis
Inovasi ialah kunci dari dinamisasi perusahaan. Kita bisa berguru dari sikap Tony Stark yang haus akan inovasi. Musuh dan kondisi alam yang berbeda memerlukan disain armor yang berbeda. Ia terus membuat armor gres yang relevan dengan medan tempurnya. Demikian pula prinsip survival sebuah perusahaan. Menghadapi proyek gres membutuhkan seni administrasi gres dan mungkin komposisi tim baru. Tim Avengers tidak selalu sama dan dibangun menurut kebutuhan kompetensi pada misi yang akan dihadapi. Perusahaan yang inovatif selalu siap menghadapi tantangan baru, pemimpin yang inovatif selalu siap mengelola dan bekerja sama dengan orang-orang gres dan menyesuaikan diri dengan cepat. Di sinilah perlunya kecerdasan emosi dan spiritual yang baik.
Semoga bermanfaat!
Sumber http://inspirasisolusibisnis.blogspot.com/
Semoga bermanfaat!
